“Jika melalui pemerintah tentunya ada tim sembilan yang terlibat, dan tidak melanggar kepentingan hukum yang berlaku di wilayah republik indonesia,” ungkap Daniel ketika di cafe Soedoet, Pontianak, Minggu (23/12/2018).
“Namun ini faktanya, setelah kita memaklumi banyak pelanggaran hukum pada saat pembebasan lahan milik warga. Kita menduga hal ini dilakukan lansung oleh pihak PT GCL sendiri,” tegasnya.
Menurut Daniel kliennya Hj. Ilma pernah melakukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara dengan nomor perkara 49 untuk pembatalan HGB atas nama PT GCL.
“Karena klien kita ini belum pernah ada ganti rugi kepada tanah itu, maupun sebagaian sudah pernah dijual kemereka. Jika pada akhirnya timbul masalah tentu pihak klien kami yang ditemui atau dihubungi,” terang Daniel diamini Hj. Ilmiah.
“Ini kami pikir sudah tidak jelas dalam pembebasannya, karena di lokasi itu ada terdapat rumah, bangunan, pohon kelapa, dan ada kuburan,” timpalnya.
Lebih lanjut Daniel menjelaskan keluarnya HGB atas nama PT GCL Indo Tenaga dan diketahui telah keluar setifikatnya setelah pihaknya melakukan pengajuan sertifikat ditolak oleh BPN Bengkayang.
“Hanya berjarak dua minggu saja, keluar sertifikat dari kementrian Agraria seluas 51 hektar lebih milik PT GCL tersebut, termasuk tanah milik klien kita yang luasnya hampir kisaran 3 hektar,” ujarnya.
Dari konteks ini jugalah menurut Daniel pihaknya melakukan gugat di Pengadilan Tata Usaha Negara.
“Pembatalan HGB untuk memohon keadilan, namun dalam proses berjalan ini belum ada keputusan hukum yang tetap oleh pengadilan tata usaha negara atas berkas-berkas kami yang sudah masuk,” ungkapnya.
Discussion about this post