KALBAR.KABARDAERAH.COM, PONTIANAK – Sebanyak 12 Koperasi yang tergabung petani sawit mandiri di Kabupaten Sintang belum satupun dapat sertifikasi ISPO, sedangkan satu petani dari Koperasi Rimba Barapan malah lompat ke sertifikasi RSPO.
Hal itu diungkapkan Bupati Sintang dr.Jarot Winarno ketika menjadi sebagai salah satu nara sumber seminar perkebunan Indonesian Palm Oil Smalholders Conference (IPOSC) & Expo, di Hotel Aston Pontianak, belum lama ini.
Jarot mengatakan ada beberapa faktor yang dihadapi petani sawit mandiri, salah satu utamanya adalah legalitas tanah karena masih SKT, ada juga tanahnya masuk kawasan hutan atau kawasan gambut, dan ada juga masih sengketa.
“Maka pemerintah membuat program reforma agraria melalu redistribusi tanah, TORA dan PTSL, maka reforma agraria mesti prioritaskan daerah yang ada petani sawit mandiri,” ujar Jarot.
Ia menjelaskan, melalui redistribusi petani nanti mendapatkan sertifikat sesuai dengan tanahnya, yang menurutnya sebelum keluar sertifikat masalah sengketa harus diberesin dulu reformasi agraria dengan diberi prioritas terlebih dahulu ke desa-desa yang ada petani sawit mandirinya.
“Aspek kelembagaan dimana petani mesti berkelompok, bentuk gapoktan atau koperasi, di Sintang ada program reformasi koperasi kebun. Ada 94 koperasi kebun plasma yang sudah dilatih dan ada 2 dari 12 Koperasi petani sawit mandiri juga di latih, kedepannya akan di latih semua,” terangnya.
Ia mengungkapkan untuk meningkatkan produktivitas para petani dengan konsep umum, serta bagaimana mensejahterakan petani sawit mandiri mestilah dikeroyokan oleh pemerintah pusat, Provinsi, Kabupaten.
“Pusat ada dana sawit yang besar untuk bantu petani sawit mandiri melalui program bantuan sarana produksi, jalan usaha tani, alat transportasi. Kalau provinsi sudah keluarkan pergub 67 tentang harga sawit, dan kalau semua bersinergi ikut membantu insya allah hidup para petani lebih makmur,” pungkas Jarot.
(imas)
Post Views: 208
Discussion about this post