KALBAR.KABARDAERAH.COM, PONTIANAK – Kasus Kekerasan Terhadap Anak dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini semakin meningkat baik di tingkat Provinsi, Kabupaten Kota di Indonesia.
Upaya-upaya pemerintah dalam melakukan pencegahan maupun perlindungan terhadap anak hingga saat ini masih terus di galakkan dengan mengacu aturan dasar undang-undang Republik Indonesia dengan melibatkan beberapa instansi pemerintah dan lembaga daerah.
Wahana Visi Indonesia Dan Yayasan Gerakan Peduli Borneo (YGPB) Kabupaten Kubu Raya bekerjasama dengan BP3KB (Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Dan Keluarga Berencana) melaksanakan kegiatan perancangan mekanisme pelaporan kasus kekerasan terhadap anak dengan melibatkan partisipasi anak, pada 6 hingga 7 Desember 2022.
Manager Wahana Visi Indonesia Kabupaten Kubu Raya, David Pandapotan saat di wawancarai awak media mengatakan, pihaknya dari wahana Visi Indonesia dengan Mitra Lokal kami Yayasan Gerakan Peduli Borneo bekerja sama dengan BP3KB (Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Dan Keluarga Berencana) Kabupaten Kubu Raya menggelar membangun mekanisme pelaporan kasus kekerasan terhadap anak dengan pelibatan masyarakat dan anak.
Ia menjelaskan, kegiatan ini intinya ingin menguatkan atau menjadikan para peserta yang berasal dari OPD (Organisasi Perangkat Daerah) masing-masing ada dari BP3KB, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, KPAID (Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah) BNN ( Badan Narkotika Nasional) Polres UPD DPPA (Daftar Pelaksanaan Perubahan Anggaran) Puspa (Forum yang di bentuk dan di inisiasi oleh kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak), Pemdes (Pemerintah Desa) yang menjadi fasilitator dan nantinya bersama sama di masyarakat membangun mekanisme pelaporan kasus kekerasan terhadap anak.
“Mengapa ini penting kami lakukan agar kita bisa ketahui data dari dinas dan juga pelaporan atas kasus-kasus kekerasan terhadap anak itu tiap tahunnya meningkat, kemudian juga agar supaya masyarakat kita aman dan nyaman untuk bisa melaporkan setiap peristiwa-peristiwa kekerasan yang dialami atau dilihat disekitarnya, agar anak dan masyarakat tahu harus merujuk kemana dan melaporkan kemana serta kepada siapa dia akan melaporkan,” tuturnya.
“Dengan inilah kami bersama sama dengan OPD-OPD mau membangun mekanisme itu dan kali ini kita melakukan pelatihan dan fasilitator, sehingga mereka boleh melibatkan dan memfasilitasi masyarakat, membentuk serta membangun bersama sistem atau mekanisme pelaporan terhadap anak itu. Ketika itu semua sudah tersusun dan terbangun kita akan teruskan secara masif dan kita perkenalkan kepada masyarakat sehingga masyarakat dan anak-anak bisa faham dan tahu kemana harus melaporkan tentang peristiwa yang dialami terkait kekerasan terhadap anak,” sambungnya.
David melanjutkan, mengenai mekanisme, menurutnya harus sesuai dengan konteks dan budaya dari masyarakat dan mereka nyamannya melapor kemana dan itu akan dibangun bersama-sama.
“Karena dimasyarakat ada juga yang namanya Gerakan Dari Jaringan atau Kelompok Warga Pada Tingkat Masyarakat yang Bekerja Secara Terkoordinasi untuk Mencapai Tujuan Perlindungan Anak (PHTBM),” tuturnya.
Biasanya, diterangkan David, mereka melaporkan ke PHTBM dan PHTBM yang meneruskan laporan tersebut 1X24 Jam, yang sebenarnya generiknya ada seperti itu akan tetapi generik itu perlu dikontekstualkan di masyarakat.
“Itulah kita bangun bersama-sama dengan mereka agar supaya mereka juga bisa dengan nyaman dan aman dalam melapor kedepannya,” urainya.
Biasanya anak-anak itu jika terjadi kekerasan terhadap dirinya, tambah David, mereka takut untuk melapor dan itulah yang menjadi pertimbangan agar mereka juga dalam memanfaatkan mekanisme ini mereka aman dan nyaman untuk melapor.
“Ketika kita tidak mendapatkan pendapat anak meminta perspektif anak, kita bangun saja mekanisme tanpa pertimbangan dari mereka, dan tentu kita tidak akan tahu ternyata anak kurang nyaman, ketika melapor ke KPAID, ke kantor Polisi jadi mereka nyamannya dimana,? kemungkinan pada orang-orang terdekat dan itu perlu kita bangun melalui pertimbangan-pertimbangan seperti itu sehingga kasus ini cepat dan langsung terlapor dan ditandatangani dengan baik, dan itulah yang dimaksud dalam pelibatan anak dalam membangun mekanisme ini,” beber David.
David memaparkan, mengenai faktor-faktor kekerasan terhadap anak salah satunya adalah keluarga menjadi faktor utama perlindungan buat anak dan kesadaran bahwa anak itu perlu dilindungi.
“Praktek-praktek kita masih membenarkan melakukan hal-hal kekerasan dengan membuli anak, minimnya ilmu pengetahuan, dan kesadaran kita untuk mengayomi anak, dan itu yang kurang dimasyarakat. Sehingga kekerasan terhadap anak itu masih marak, Wahana Visi Indonesia pada saat ini untuk mendukung pemerintah dalam upaya-upaya pemerintah dalam perlindungan anak di wilayah Kabupaten Kubu Raya, dan yang kita ketahui kasus-kasus kekerasan terhadap anak itu pada tahun lalu ada 70 kasus dan di tahun ini sampai Oktober sudah puluhan kasus kekerasan terhadap anak,” jelasnya.
David mengatakan, untuk upaya-upaya program perlindungan anak dan sosialisasi pola asuh kepada warga, dan wahana visi Indonesia pada saat ini sudah ada di 7 Kabupaten yang ada di Kalimantan Barat, antara lain Kabupaten Landak, Sekadau, Bengkayang, Melawi, Sintang dan Sambas.
“Ini merupakan program yang kita inisiasi untuk Kantor Operasional Kabupaten Kubu Raya,” pungkasnya.
(imas)
Discussion about this post