KALBAR.KABARDAERAH.COM, KETAPANG – Sekitar ratusan orang masyarakat dari Dusun Tanjung Beringin, Desa Sengkuang Merabong, Kecamatan Manis Mata, Kabupaten Ketapang, didampingi Ketua Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) Peran Serta Masyarakat Indonesia (Permata) Hendra Yadi dan anggota Lembaga Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Ketapang, Jumadi mendatangi kantor desa setempat, belum lama ini.
Kedatangan mereka mendesak agar Ranai Kepala desa (Kades) mau melakukan pencabutan perjanjian kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya antara pihak perusahaan PT Bangun Nusa Mandiri (BNM) dengan masyarakat terhadap lahan seluas 296,41 Ha diluar area perizinan PT BNM yang berstatus qou.
Ranai menjelaskan, menyoal lahan yang telah ditanami kelapa sawit diluar izin perusahaan, ia mengatakan, pihak PT BNM sebenarnya tidak mau tahu persoalan lahan itu milik perorangan. Akan tetapi tahunya hanya bermasalah dengan nama Pemerintah Desa Sengkuang Merabong yang domainnya seluruh lapisan masyarakat.
“Kalau kita tuntut secara pribadi sepertinya sudah salah. Jadi perlu kita pelajari,” tegasnya.
Ia mengaku, sebenarnya terhadap keinginan dari masyarakat dirinya siap melakukan pencabutan secepatnya terhadap perjanjian lahan status qou tersebut. Dengan harapan agar masyarakat bisa melakukan pemanenan Tandan Buah Sawit (TbS).
Sementra itu Robi Andreas Neonufa perwakilan warga Dusun Tanjung Beringin berharap, kemauannya lahan sawit yang diluar area perizinan perusahaan PT BNM yang merupakan anak cabang dari PT Sinar Mas tersebut yang telah di inklav oleh Kepala desa pada tahun 2016 lalu, hendaknya bisa kembali ke masyarakat.
“Sebab dengan adanya perjanjian status qou terhadap lahan yang telah di inklav sebelumnya membuat masyarakat merasa dirugikan atas lahan mereka yang telah dibebaskan,” ujarnya.
“Makanya kami mendobrak persoalan ini agar cepat diselesaikan oleh Pemerintah desa dengan cara melalui instansi dinas terkait di Pemerintah Kabupaten atau melalui Bupati Ketapang,” pintanya.
Bahkan Ketika ditemui di kediamnya usai pertemuan. Ranai juga tetap menyampikan hal senada seperti yang ia katakan pada saat pertemuan dengan masyarakat.
Ia membeberkan, awal dirinya membuat perjanjian status qou itu pada bulan Desember 2016 dengan tujuan agar masyarakat dan dirinya tidak terkendala terhadap lahan yang di tanam oleh perusahaan diluar perizinan yang saat itu sedang bergejolak.
“Akhirnya saya buat perjanjian status qou dan diedarkan dengan bunyi, baik perusahaan maupun masyarakat tidak boleh memanen TBS di area lahan seluas 296,41 Ha itu,” katanya.
Kini, ia berharap kepada perusahaan agar bisa melakukan kerjasama yang baik dengan masyarakat. Sebab menurutnya, terhadap lahan yang diluar izin itu rencana ke depannya akan dibuatkan Koprasi mandiri.
“Kalau bekerjasama dengan perusahaan tetap kita jalin sebagai bapak angkat dari masyarakat,” ungkapnya.
“Kita juga tidak mau memperpanjang masalah dengan indikasi mencari kesalahan. Apalagi mau memperkeruh suasana,” tambahnya.
Terhadap Pemerintah Kabupaten Ketapang, melalui instansi terkait, dan Bupati Ketapang. Ia juga menyampaikan harapan agar bisa meluruskan persoalan yang sedang dihadapi masyarakat di desanya terkait status qou.
Discussion about this post