KALBAR.KABARDAERAH.COM, KETAPANG – Dalam penetapan sebagai tersangka kasus penyalahgunaan wewenang dan gratifikasi oleh pihak kejaksaan, Hadi Mulyono Upas diduga telah menerima uang dengan total Rp 4 miliar yang didapat dari persentase 10-20 persen hasil pekerjaan pokok pikirannya tahun 2017-2018.
Atas tuduhan jual beli proyek tersebut, Hadi Mulyono Upas mengaku jika aspirasi tersebut bukan murni miliknya.
Bahkan, dalam klarifikasinya bersama sejumlah awak media Ketapang, di Mapolres Ketapang, Senin (19/8/2019), Hadi tak sungkan menyeret nama Kepala Daerah periode itu.
Selain kepala daerah Hadi juga menyebut-nyebut bagian Keuangan Pemkab Ketapang juga menerima hasil aliran sejumlah dana dari Rp 4 Miliar tersebut.
“Uang ini harus saya klarifikasi untuk apa saja. Ini bukan untuk saya pribadi, ini untuk uang kebijakan. Ini langsung Bupati, karena ada suatu kegiatan yang tidak bisa di kelola dalam APBD, yaitu pemberian sesuatu. Tidak taulah siapa, pejabat tertentu siapa yang berkunjung ke daerah ini,” ungkap Hadi Upas.
“Maaf omong, jika ada pejabat yang berkunjung termasuk pemeriksa keuangan, pemeriksa kebijakan daerah tidak mungkin tidak ada imbalan tertentu, ada amplop, ada bingkisan tertentu,” tambahnya.
Bingkisan itu, menurutnya bentuknya apa lagi kalau tidak uang, itu namanya kebijakan.
“Saya diminta untuk mengumpulkan uang itu, tapi bukan saya menyerahkan itu,” cetusnya.
Hadi menjelaskan dana titipan tersebut diakuinya hanya untuk mengamankan dana kebijakan pimpinan, dalam hal ini Bupati Ketapang.
Dana titipan oleh Bupati di masa itu dibeberkannya hanya diketahui dirinya selaku Ketua DPRD, Bupati dan bagian Keuangan Pemda.
“Hanya saya, Bupati dan Keuangan yang tahu, yang lain tidak. Uang itu melalui kegiatan proyek, saya serahkan diluar pengaturan APBD,” katanya.
Karena untuk memberikan bingkisan kepada setiap pejabat yang datang ke daerah ini, lanjut Hadi, ataupun ada kegiatan yang sifatnya tidak formal, maka tidak mungkin diambil dari kegiatan APBD, sebab itu tidak dibenarkan.
“Saya tidak ada dapat apa-apa, saya hanya membantu, hanya (dana) aspirasi saya dikasi lebih saja. Ketuakan 3 kali, harusnya anggota 1 kali saja, demikian juga waktu saya Ketua komisi 1, anggota biasa 1 kali saya bisa 2 kali,” terangnya.
Hadi menuturkan dana APBD yang dititipkan melalui aspirasinya tahun 2017-2018 diserahkan olehnya kepada kepala daerah.
“Katanya, uang aspirasi dalam kegiatan proyek merupakan hasil keuntungan dalam proyek dari pelaksana, yang kemudian fee tersebut diserahkan kembali kepada kepala daerah,” ujarnya.
Ia mengungkapkan dana itu hanyalah tititpan melalai aspirasi miliknya. Dalam realisasinya dana tersebut diberikan beberapa tahap, bahkan sebagian diberikan langsung kepada kepala daerah.
“Catatan (menyerahkan uang-red) saya waktu Ketua Komisi ada yang dapat dipertanggungjawabkan, dan ada saksi. Saya tidak mau menyerahkan (uang) begitu saja. Rata –rata menyerahkannya di Pemda, Kantor Bupati, di rumah Bupati juga ada,” bebernya.
Kemudian dikatakan Hadi ada lagi Rp 200 juta yang ia serahkan waktu yang terakhir ini.
Dan itu menurutnya ada skalanya pengurus aspirasi dengan nilai Rp150 juta kontan dan Rp 50 jutanya melalui cek, dan hitunganya bisa ditelusuri.
“Saya tidak tahu masuk ke rekening siapa, tapi (Bupati-red) pernah terima langsung, cuma saya tidak mau menyebutkan nama Bupatinya siapa ya,” ungkapnya.
Selain itu ia juga membeberkan bahwa sebagian dana tersebut juga diberikan kepada Bagian Keuangan Pemda, dengan beberapa tahap penyaluran, dari puluhan juta hingga ratusan juta rupiah.
“Di keuangan pertama Rp 500 juta, kedua Rp 35 juta, berikutnya Rp 150 juta, ke bagian keuangan. Saya akan buka di Kejaksaan, apabila Pemda dalam hal ini dimana saya menjalankan kebijakan tidak di beckup,” ancamnya.
“Seolah-olah saya yang harus bertanggungjawab, sedangkan uangnya bukan untuk saya, maka saya akan buka siapa-siapa yang menerimanya,” serunya.
(agsh)
Post Views: 475
Discussion about this post