KALBAR.KABARDAERAH.COM, KETAPANG – Sekretaris Daerah Kabupaten Ketapang, Alexander Wilyo, S. STP., M. Si., yang juga Patih Jaga Pati Laman Sembilan Domong Sepuluh Kerajaan Hulu Aik, bergelar adat Raden Cendaga Pintu Bumi Jaga Banua, menghadiri ritual Nungkat Gumi IV Kecamatan Simpang Hulu, di Rumah Betang Raya Kecamtan Simpang Hulu, di Dusun Pasir, Desa Semandang Kiri, Rabu (19/7/2023).
Ritual adat Nungkat Gumi (Nungkat = menopang, Gumi = bumi) adalah ritual untuk membersihkan bumi. Nungka Gumi ini adalah ritual tertinggi Dayak Semandang-Kualan, di Kecamatan Simpang Hulu.
Dukun Nungkat Gumi terdiri dari tujuh orang dukun. Pada Nungkat Gumi IV tahun 2023, dukun kepalanya adalah Laya (109 tahun). Bersana Laya ada: Mandang, Narianto, Ilon, Geran, Kawai, dan Amination – sebagai dukun pendamping.
Rangkaian acara Nungkat Gumi diawali dengan acara Mulakng Cingkapm Tatuokng (undangan sekaligus permohonan menjadi dukun). Acara Mulakng Cingkapm Tatuokng ini diadakan pada malam pertama Nungkat Gumi. Sebanyak tujuh orang dukun mengembalikan Cingkapm Tatuoknt yang merupakan, undangan sekaligus permohonan menjadi dukun Nungkat Gumi berupa mangkok yang dibungkus dengan kain putih kepada panitia. Pengembalian Cingkapm Tatuokng ini merupakan tanda bahwa para dukun sudah hadir dan siap menjalankan tugas sebagai Nungkat Gumi.
Pad hari pertama Nungkat Gumi diadakan perarakan Sekda Ketapang dan Petrus Singa Bansa, Raja Hulu Aik ke-51 serta tujuh orang dukun dari kediaman Kades Semandang Kiri dengan mobil hias. Setiba di gerbang Rumah Betang Raya Simpang Hulu, Sekda, Raja Hulu Aik, tujuh orang dukun beserta tamu-tamu khusus berjalan menuju dan duduk Balai Pamapak (tempat pemberhentian). Di Balai Pamapak ini, petugas mengadakan tradisi pembasuhan kaki Raja Hulu Aik dan disuguhi pamasupa (makan makanan ringan).
Dari Balai Pamapak, Sekda, Raja Hulu Aik, tujuh orang dukun dan para tamu khusus berjalan menuju Rumah Betang Raya Simpang Hulu dengan acara adat Ngalu (penyambutan tamu dengan minum tuak di mangkok, pamponoh (gelas dari bambu kuning), yang diiringi dengan musik gong gamal dan disambut dengan beberapa tembakan senapan lantak tanpa peluru.
Setiba di dalam Rumah Betang Raya, Sekda, Raja Hulu Aik, tujuh orang dukun, para tamu khusus dan seluruh undangan duduk berbaris dan melingkar untuk makan beradat. Sekda, Raja Hulu Aik serta para dukun duduk menghadap tuak Domong Dabokng (tuak yang disimpan di dua buah jalok (mangkok besar) dan tujuh beberapa mangkok kecil. Tuak di jalo’ dan mangkok tersebut ditutup dengan tikar pandan dan diselimuti dengan kain putih.
Usai makan beradat, dilanjutkan minum tuak Domong Dabokng. Tuak di jalok disuguhkan ke Sekda dan Raja Hulu Aik. Tuak yang di mangkok kecil untuk para dukun. Selesai itu dilanjutkan acara minum tuak Sanokg Barujatn (tuang di tempayan besar yang dihias daun kelapa dan di atasnya terdapat tangkalak jarakng, bambu yang dibelah-belah dan dilalin dengan rotan dan diminum dengan pipa bambu). Usai itu, langsung lanjut lagi dengan minum tuak Sunsakng Subai (tuak di tempayan yang diminum dengan pipa bambu).
Setelah itu, acara dilanjutkan dengan Ngantirok Monta di Balai Tingkat Tujuh. Ngantirok Monta diawali dengan Ngorak Tonah (membangun tanah). Dukun kepala pun membacakan beberapa mantranya, memberi tahu dan meminta izin kepada Sang Pencipta langit dan bumi bahwa umat manusia ingin melakukan pembersihan bumi. Selesai itu, dukun kepala membagi-bagi tugas kepada dukun lainnya, ada yang menggali tanah sebanyak 7 mata beliung, ada yang memasukkan tanah ke dalam lesung dan menumbuknya sebanyak 7 kali, ada yang menampinya sebanyak 7 kali, ada yang mengayaknya sebanyak 7 kali, dan ada yang menempa tanahnya dengan lonas (palu dari kayu lempung) sebanyak 7 kali. Setelah itu dilanjutkan Ngantirok Monta, yakni doa adat untuk membunuh 7 ekor babi dan 2 x tujuh ekor ayam. Babi-babi dan ayam tersebut diletakkan di tiap-tiap tingkat balai.
Sebelum 7 ekor babi dan 14 ekor ayam itu dibunuh, para petugas khusus terlebih dahulu bataja (menari adat) mengelilingi balai. Setelah acara bataja selesai, babi-babi ditikam dengan pisau dan ayam-ayam dipotong. Ritual Nungkat Gumi hari pertama pun selesai.
Selanjutnya, pada ritual Nungkat Gumi hari kedua, yang merupakan puncak acaranya, diisi dengan ritual Ngantirok Monsak (memanjatkan doa dengan sesajian lengkap dan sudah dimasak). Pada Ngantirok Monsak ini, dukun kepala dan enam dukun lainnya mengadakan Ngangkata (semacam membacakan Kitab Suci) sebanyak 27 bacaan. Salah satu bacaannya adalah Ngangkata tentang kisah penciptaan langi dan bumi., tentang kisah penciptaan alam semesta beserta isinya.
Laya, dukun Kepala menjelaskan, Nungkat Gumi ini diadakan lantaran bumi ini sudah kotor-kono’, angat-panas, campah-cemar (sudah tercemar karena lah manusia). “Karena bumi ini sudah campah-cemar, panas, kotor – maka bumi ini harus dibersihkan,” ujar Laya satu-satunya dukun senior untuk Nungkat Gumi di Simpang Hulu.
Laya yang sudah berkali-kali menjadi dukun kepala Nungkat Gumi juga menjeladkan beberapa pantangannya. Setelah Nungkat Gumi selesai: tidak boleh menggali tanah, tidak boleh makan makanan yang gatal-gatal serta yang berbau busuk selama seminggu; tidak boleh mengambil ikan dan binatang di sekitar acara Nungkat Gumi selama bertahun-tahun.
Dalam sambutannya, Sekda Ketapang, atas nama Pemerintah Daerah mengucapkan selamat dan sukses atas terselenggaranya ritual adat Nungkat Gumi, yang dilaksanakan tujuh tahun sekali.
“Kehadiran saya sebagai Sekda adalah sebagai bukti dukungan Pemerintah Daerah. Kalau Pemda tidak mendukung, mungkin saya dan para Kepala Dinas tidak hadir. Ini adalah bukti bahwa Pemerintah Daerah mendukung upaya-upaya pelestarian adat jalan jamban titi, yang diwariskan oleh para leluhur kita,” ujarnya.
Karena itu, Sekda berharap agar ritual-ritual Nyapat Tahun, Babantatn, Mokatn Tonah dan Nungkat Gumi harus tetap dipertahankan sampai kapanpun. Sekda juga minta agar para orangtua, domong, pateh menurunkan, mengajarkan ritual-ritual adat kepada generasi penerus supaya tidak putus.
“Harus diturunkan kepada generasi-gerasi penerus supaya tujuh tahun ke depan kita masih bisa mengadakab ritual Nungkat Gumi,” tandasnya.
Masalahnya, kata Sekda, kalau untuk ritual-ritual Nyapat Tahun, Babantan, Mokan Tonah (memberi makan kepada tanah) mungkin masih ada yang tahu. Tetapi untuk ritual-ritual Nungkat Gumi agak susah, tidak banyak lagi yang tahu dan paham. “Harapan saya, ritual Nungkat Gumi ini tetap dilaksanakan tujuh tahun ke depan, yakni tahun 2030. Begitu juga ritual-ritual yang lainnya, ” ujar Sekda.
Kemudian, Sekda juga meminta kepada masyarakat adat Kualan-Semandang agar keramat-pedagi (tempat-tempat keramat) tetap dijaga, dirawat dan dipertahankan. Jangan sampati ditinggalkan, termasuk tradisi-tradisi, ritual-ritual.
“Karna, adat, budaya, tradisi adalah jati diri dan harga diri. Kalau ritual-ritual dan tradisi-tradisi, ritual-ritual dan keramat-padagi tidak ada lagi, maka kita pun tidak ada lagi artinya,” ujar Sekda.
Turut mendampingi Sekda pada ritual Nungkat Gumi IV ini, antara lain: BPKAD, Kaban Kesbangpol, Kaban Litbang, Kadistanakbun, Kabid kebudayaan Disparbud, Kadishub, Kadis PMPD, Disdukcapil, Inspektur, Kasat Pol PP, Kabag Ekbang, Kabag Tapem, Kabid CK Dinas PUTR, Bagian PROKOPIM.
Anggota DPRD Kabupaten dan Provinsi, Hadiri pula Camat Simpang Hulu, Camat Simpang Dua, Camat Sungai Laur, Danramil Simpang Hulu, Kapolsek Simpang Hulu, Ketua DAD Simpang Hulu, Ketua DAD Simpang Dua, Ketua DAD Sungai Laur, para Kades Simpang Hulu, Kades Simpang Dua, Kades Sungai Laur, para Domong Pateh, tokoh adat, tokoh agama, Ormas-ormas Dayak, sanggar-sanggar, masyarakat adat Simpang Hulu, segenap panitia, khususnya masyarakat adat Semandang.
(ri/fr)
Discussion about this post