KALBAR.KABARDAERAH.COM, PONTIANAK – Audensi para nelayan dan pengusaha kapal nelayan cumi kalbar di Aula Kantor Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Kalimantan Barat, pada Rabu (12/7/2023) belum juga menemukan titik terang.
Pemerintah melalui Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Kalimantan Barat terus berupaya melakukan mediasi kepada Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah maupun Kedua belah pihak Nelayan.
Syaparahman selaku Dewan Pembina Aliansi Nelayan Kalbar mengatakan ada beberapa persyaratan yang mereka ajukan, dan para nelayan menurutnya merasa sudah dirampok serta dijarah terhadap hasil alam ketika penindakan hukum kurang dirasakan oleh aparat penegak hukum.
“Karena selama tiga tahun ini teman-teman nelayan kita merasa gelisah dengan kurangnya hasil tangkapan diakibatkan nelayan luar beroperasi di luar zona, sehingga terjadi insiden pembakaran dua unit kapal dan dimana saat ini kita belum tahu siapa pelakunya, mudah mudahan proses ini berhenti di restoratif justice (RJ),” terang syapar sapaan akrabnya.
Dengan Adanya RJ, Apakah Sudah Ada Penetapan Tersangka?
Dari KM. AJB 1 Nelayan Jateng sudah dinyatakan bersalah dan sudah ada penetapan tersangka, karena mereka gunakan jaring diamond, berdasarkan permen no. 18 tahun 2021 itu jelas dilarang dan zona tangkap mereka diatas 30 mil”.
“Karena ada barang terbakar, ada kerugian dan ada tindak pidananya maka kita melakukan RJ, bukan karena ada tersangka atau terpidananya, tapi kita ingin ada upaya perdamaian antara kedua belah pihak. Seharusnya teman-teman kita mendapatkan reward karena sudah membantu pemerintah bukan malah sebaliknya para nelayan kita dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi,” paparnya.
“Namun kita belum tahu perkembangan selanjutnya seperti apa. Kita berharap agar para nelayan kita tidak ada diproses hukum. Itulah upaya kita lakukan dengan perdamaian,” tutup syapar.
Menyikapi Aktivitas Nelayan dan Kasus yang Terus Bergulir
Plh. Kadis Kelautan Dan Perikanan Provinsi Kalbar, Ir. Herti Herawati. M.M.A, mengatakan, bahwa kejadian ini merupakan spontan, untuk kebaikan kedepan agar diupayakan damai.
“Dimana nantinya akan didapat RJ dengan jalan damai kedua belah pihak antara Nelayan Kalbar dan Nelayan Jateng tidak saling menuntut, ini kita bahas dan syaratnya apa, kami menjaring aspirasi dari masing-masing nelayan, kira-kira apa yang ditawarkan ketika ada kesepakatan damai,” kata Herti Herawati atau biasa disapa Herti.
Herti menuturkan, Kadis Kelautan di Jateng juga melakukan hal yang sama dengan menjaring aspirasi dari nelayan mereka, kira-kira item-item apa yang menjadi persyaratan damai, karena damai itu pasti bersyarat dan pasti ada kesepakatan-kesepakatan kedepannya, tidak hanya damai dalam artian cek kosong.
“Mereka harus komitmen dengan beroperasi di atas 30 mil, kemudian nelayan Kalbar juga menjamin keamanan, jika mereka melakukan pelanggaran tidak melakukan anarkis, akan tetapi tetap mengedepankan penegakan hukum,” terang Herti
Herti melanjutkan, karena kedua belah pihak bersalah pihaknya terus mengupayakan RJ dan terus melakukan penjaringan terhadap para nelayan, kira-kira apa ditawarkan dengan kesepakatan damai nanti dan itu akan dikawinkan dengan aspirasi Nelayan Jateng.
“Kita sama-sama berdoa semoga saja ada kesepakatan damai dalam waktu dekat, maka dengan demikian permasalahan hukum nya bisa selesai dan mungkin butuh pertemuan satu hingga dua kali lagi,” tambah Herti.
Untuk saat ini aktivitas nelayan, dikatakannya sudah normal dan tidak ada yang mogok melaut, namun pihaknya mewanti-wanti agar nelayan jangan main hakim sendiri dengan membakar.
“Jika terjadi maka kasus pertama kali ini juga bisa berantakan dan permasalahan semakin menumpuk, saya berharap agar para nelayan melaut, jaga situasi dan kondisi dan jika ada nelayan luar menyalahi aturan laporkan saja,” tegasnya.
Herti menambahkan, memang untuk kapal pengawas itu tidak segera kelaut ketika nelayan melapor pada hari itu, namun Herti menjelaskan ketika ingin mengejar kapal-kapal tersebut sudah tidak ada dan itu sering terjadi.
“Sedangkan anggaran dari semua unsur kepengawasan juga sangat terbatas dan tidak semua laporan itu langsung terekspos, masing-masing pengawas juga ada prosedurnya,” jelas Herti.
(imas)
Discussion about this post