KALBAR.KABARDAERAH.COM, KUBU RAYA – Lembaga Kelautan Dan Perikanan Indonesia ( LKPI ) Kalimantan Barat melaksanakan Pertemuan Akbar Masyarakat Nelayan Pesisir Dengan Tema sosialisasi Program Menuju Nelayan Mandiri. Dan dihadiri oleh Sekretariat Daerah Kabupaten Kubu Raya, Yusran Anizam, Kepala Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Kalimantan Barat. Ir. Muhammad Munsif.M.M, Perwakilan Kapolda Kalimantan Barat Wadir Airud. AKBP. Ahmad Tadlin. S.I.K., M,Si,. Perwakilan Dantamal Angkatan Laut. Komisi II DPRD Kubu Raya. Zulkarnaen. Perwakilan Polresta Pontianak. AKP. Suharto, Kapolsek Sui Kakap. AKP. Dede Hasanudin. S.H, Kepala Dinas Perikanan Kubu Raya. Hefmi Rizal, S.Pi. M, Si. Perwakilan Pertamina Wilayah Kalimantan Barat. Hairul Anwar. Kepala UPT Pelabuhan Perikanan Provinsi Kalimantan Barat. Kasianus Kimin, S.Pi.M,H. Peserta Perwakilan Nelayan se – Kalimantan Barat dan Tokoh masyarakat Kabupaten Kubu Raya.
Dalam sosialisasi tersebut Ketua LKPI Kalimantan Barat Burhanudin Abdullah,. S.H. menyampaikan pokok – pokok permasalahan nelayan antara lain.
Data identitas nelayan masih perlu pendataan secara tepat, tersistem dan terencana dengan matang, sehingga jelas mana nelayan dan mana yang bukan
Rekomendasi sebagai persyaratan mutlak untuk mendapatkan BBM solar subsidi dimana saat ini nelayan belum mampu penuhi secara mudah dikarenakan untuk memproses persyaratan, NPWP, NIB, TDKP selain diperlukan waktu dan biaya, dan minim SDM dan Teknologi Komunikasi, Dan penyaluran BBM solar subsidi dari tempat penyalur ketitik kumpul nelayan masih terbatas
Kurangnya sosialisasi dan informasi tentang program ke nelayan kecil, sehingga banyak program tidak tepat sasaran dan belum terbukanya informasi tentang Quota BBM solar subsidi ke masyarakat nelayan pesisir, sehingga membuat masyarakat kesulitan mendapatkan solar, serta belum ada solusi nelayan yang menggunakan alat tangkap trawl, untuk memanfaatkan solar subsidi dan sarana alat tangkap.
Ketua LKPI Burhanudin Abdullah. S,H, kepada awak media mengatakan bahwa bahan bakar minyak jenis solar subsidi cukup tersedia bagi nelayan kecil, tetapi ada persoalan ketika ingin mendapatkan solar subsidi tersebut, memerlukan waktu dan persyaratan – persyaratan dengan rangkaian cukup panjang, SDM, Komunikasi Elektronik cukup canggih, sehingga untuk mengurus mengurus dari NPWP, NIB, TDKP, sampai mendapatkan Quota itu memerlukan waktu tidak kurang dari 2 hingga 3 Minggu.
“Pertanyaan nya mampukah nelayan melakukan persyaratan tersebut, untuk mendapatkan subsidi BBM legal, ini seharusnya kita pikirkan dan kita carikan solusi,” tegasnya.
“Saya berharap dalam pertemuan ini setidaknya seluruh pemangku jabatan berkepentingan dan kebijakan untuk memangkas birokrasi berbelit belit dan banyak mengorbankan kepentingan nelayan, kita cari solusi bagaimana mengevaluasi tentang PERKA yang di keluarkan oleh BPH Migas ataupun dari Kementerian Kelautan Dan Perikanan agar nelayan mudah mendapatkan solar subsidi tanpa birokrasi yang berbelit belit, ini hambatan nelayan,” timpalnya.
Burhan juga menjelaskan contoh nelayan legal harus mempunyai rekom, rekom harus memiliki pas kecil, pas kecil harus punya TDKP, TDKP harus punya NIB, sedangkan hasil pekerjaan LKPI untuk mengurus nelayan baru 15 rekom yang terbit di Kabupaten Kubu Raya dan sekda mengatakan nelayan di Kubu Raya kurang lebih 4000 dan kita bisa bayangkan dari 4000 Nelayan yang baru keluar baru 15 rekomendasi resmi.
“Pertanyaan sekarang yang menikmati solar subsidi tanpa rekom apa dasar hukumnya,” tegasnya.
Menurut Burhan ini berbahaya dan nantinya bisa menjadi ancaman tindak pidana jika dilakukan audit, maka dari itu Burhan berharap jangan sampai terjadi persoalan hukumnya.
“Maka kita cari cara dengan memangkas persyaratan – persyaratan birokrasi yang berbelit belit yang dapat menghambat dari pada nelayan untuk mendapatkan rekom,” jelasnya.
Lebih lanjut Burhan menegaskan, permintaan pihaknya mampu tidak pemangku kebijakan dalam hal ini BPH Migas Kepala Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Kalimantan Barat untuk melakukan evaluasi, mengkaji ulang peraturan yang telah ada yang memberatkan nelayan dengan memangkas persyaratan yang sudah berlaku.
“Kita minta mencari moratorium tentang sub penyalur harus di cabut, kerana kalau tidak ada sub penyalur didaerah bagaimana di daerah orang – orang menyalurkan kepada nelayan jika tidak ada sub penyalur,” imbuhnya.
Sementara itu menanggapi persoalan yang disampaikan LKPI Kalbar, Rofiq selaku pengaturan BBM BPH Migas Pontianak mengatakan bahwa Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) ditetapkan pemerintah, untuk itu terkait penyalahgunaan atau penyelewengan BBM yang saat ini belum bisa dipastikan pihaknya seperti apa.
Rofiq menjelaskan, selain pembinaan dari Pertamina Niaga kepada SUB penyalur juga bisa langsung di lakukan penegakan hukum dan ketika dilakukan penindakan dilakukan komunikasi dengan BPH Migas tentang penerapan pasal.
“Tadi ada juga keluhan masyarakat terkait ini, dan kami juga sudah memberikan nomer watshap dan tentu semua harus memiliki data lengkap dikarenakan ini menyangkut nasib orang, dan kita harus hati – hati,” imbuhnya.
Lebih lanjut Rofiq menambahkan, untuk mekanisme penyaluran BBM pemerintah sudah melakukan gebrakan BBM satu harga dan untuk menjangkau hal – hal seperti itu malah lebih luas, karena ada JBT dan Pertalite dalam RPTKP dan itu bisa diusulkan masing – masing pemerintah daerah.
(imas)
Discussion about this post