KALBAR.KABARDAERAH.COM, SINTANG – Terkait kasus pencemaran air sungai Melawi yang terjadi tiga bulan lalu atau tepatnya pada Minggu 9 September 2022, perusahaan perkebunan kelapa sawit Wahana Plantation and Products (PT WPP) Julong Grup mengikari janji untuk melakukan ganti rugi kepada masyarakat dan pemilik tambak yang terdampak tumpahan CPO dari kapal ponton milik perusahaan tersebut.
Ketua Litbang YLBH – GAN & LMRRI, Bambang Iswanto mengatakan, hal tersebut sangat tidak manusiawi dilakukan perusahaan karena selalu masyarakat yang dikorbankan terkait kepentingan bisnis pengusaha.
Ia pun menilai dalam kasus ini pemerintah dinilai kurang tegas terhadap pengusaha maupun perusahaan yang bermasalah karena permasalahan perusahaan sudah cukup menyisakan penderitaan bagi masyarakat khususnya di Kalimantan Barat, seperti lahan yang tumpang tindih, dana CSR, penanaman di kawasan hutan maupun hutan lindung, perizinan dan masih banyak permasalahan lainnya.
“Saya berharap pemerintah pusat maupun daerah bisa lebih bijak lagi melakukan tindakan tegas terhadap pengusaha, maupun perusahaan yang bermasalah sebelum memberikan atau menerbitkan izin kepada pengusaha perusahaan sawit. Sebaiknya, pemerintah pusat dan daerah harusnya memperhatikan kesejahteraan masyarakat apabila pengusaha atau perusahaan sawit tersebut beraktivitas sesuai dengan peraturan yang diberikan atau dikeluarkan oleh pemerintah sesudah izin usaha diberikan,” papar Bambang, Senin (28/11/2022).
“Selama ini banyak sekali pengusaha perusahaan kelapa sawit yang bermasalah, tapi ada juga perusahaan sawit yang bagus dan mementingkan kesejahteraan masyarakat dimana tempat mereka melakukan aktivitas sesuai dengan izin yang diberikan oleh pemerintah,” sambungnya.
Namun, Bambang menyebut dalam kasus tenggelamnya kapal ponton yang sedang melakukan aktivitas pengisian CPO dari tanki tampung ke kontainer milik perusahan PT WPP yang terjadi di dermaga perusahaan Julong Grup, sehingga tumpahan minyak CPO (Crude Palm Oil) membuat sejumlah masyarakat dari beberapa desa merasa dirugikan untuk beraktivitas serta kerugian materi yang membuat ikan di beberapa keramba banyak yang mati, ia menegaskan PT WPP
serta PT.AGS Anugrah Global Superintending dan Buyers dari Tiongkok yang harus bertanggung jawab atas kelalaian yang mereka lakukan.
“Dalam kasus ini merugikan masyarakat dan negara apabila hal tersebut dilakukan tidak sesuai Standard Operasional Pekerja (SOP) pada saat melakukan pemindahan minyak Crude Palm Oil (CPO) dari tanki tampung ke kontainer, sehingga kapal ponton yang mengangkut kontainer tersebut tenggelam dan mengakibatkan tercemarnya air sungai di Melawi,” ungkap Bambang.
Bambang mengatakan, pelaku pencemaran lingkungan hukumannya terbilang tidak main-main. Pelaku jika terbukti bersalah dapat diganjar hukuman penjara paling lama tiga tahun dan denda paling tinggi Rp 3 miliar.
Menurut Bambang, pencemaran lingkungan hidup menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
“Untuk hal ini saya sudah menyurati bapak gubernur Kalbar, Kapolda Kalbar, dan Kepala dinas lingkungan hidup provinsi untuk melakukan tindakan tegas serta memberikan sanksi kepada pengusaha/perusahaan tersebut agar ada efek jera serta masyarakat dan negara tidak merasa dirugikan. Kalau pemerintah tidak ada tindakan, maka akan muncul permasalahan lain sehingga pemerintah diangggap tidak profesional dan lemah didalam memberikan tindakan yang berkaitan dengan hukum dan aturan yang berlaku,” tegasnya.
Bambang melanjutkan, pada dasarnya setiap orang yang melakukan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan atau kerusakan, serta melakukan pemulihan lingkungan hidup dengan cara,
a. Pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat.
b. Pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
c. Penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau
d. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sedangkan pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan tahapan,
a. Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar.
b. Remediasi (upaya pemulihan pencemaran lingkungan hidup untuk memperbaiki mutu lingkungan hidup).
c. Rehabilitasi (upaya pemulihan untuk mengembalikan nilai, fungsi, dan manfaat lingkungan hidup termasuk upaya pencegahan kerusakan lahan, memberikan perlindungan, dan memperbaiki ekosistem).
d. Restorasi (upaya pemulihan untuk menjadikan lingkungan hidup atau bagian-bagiannya berfungsi kembali sebagaimana semula); dan/atau
e. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Jadi, dikatakan Bambang, seharusnya perusahaan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan melakukan penanggulangan pencemaran, yang salah satunya adalah memberikan informasi peringatan pencemaran kepada masyarakat. Adanya informasi peringatan dapat mencegah adanya masyarakat yang meminum air sungai yang sudah tercemar. Selain itu, perusahaan juga wajib melakukan pemulihan terhadap pencemaran yang terjadi pada sungai tersebut.
Bambang menjelaskan, ancaman pidana bagi perusahaan pelaku lencemaran lingkungan, jika pencemaran sungai oleh perusahaan tersebut mengakibatkan warga meninggal dan menimbulkan kerugian materiil, yaitu matinya ikan pada kerambah warga maka berdasarkan peristiwa tersebut ada beberapa ancaman pidana terhadap pencemar lingkungan menurut UU PPLH.
Jika perusahaan tersebut sengaja membuang limbah ke sungai maka diancam pidana berdasarkan Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH sebagai berikut,
Pasal 60 UU PPLH:
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.
Pasal 104 UU PPLH:
Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.
Selain pidana karena pembuangan limbah, ada beberapa pidana lain yang bisa dikenakan kepada perusahaan tersebut:
1. Jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena perusahaan sengaja melakukan perbuatan (misalnya membuang limbah) yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal tersebut mengakibatkan orang mati maka diancam pidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp5 miliar dan paling banyak Rp15 miliar.
2. Jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena perusahaan lalai sehingga mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal tersebut mengakibatkan orang mati, maka dipidana dengan pidana penjara paling singkat paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp 9 miliar.
Pertanggungjawaban pidana jika tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:
a. badan usaha; dan/atau,
b. orang yang memberi perintah, untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.
Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana dalam huruf b di atas, ancaman pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberat dengan sepertiga.
Jika tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha sebagaimana dalam huruf a di atas, sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selaku pelaku fungsional.
Gugatan ganti kerugian terhadap akibat dari Pencemaran Lingkungan prinsipnya, setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.
Selain diharuskan membayar ganti rugi, pencemar dan/atau perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya perintah untuk:
a. memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan;
b. memulihkan fungsi lingkungan hidup; dan/atau,
c. menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Mengenai kerugian yang diderita warga yaitu ikan di kerambah yang mati, masyarakat bisa mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
“Gugatan dapat dilakukan jika memenuhi syarat, yaitu adanya terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya,” pungkas Bambang.
(imas)
Discussion about this post