KALBAR.KABARDAERAH.COM, PONTIANAK – Anggota DPR RI Komisi VII Maman Abdurrahman mendorong dan berharap Perusahaan Pertambangan di Kalimantan Barat berkembang dan bisa berpengaruh positif untuk kemajuan masyarakat dan pembangunan di Kalbar.
“Akan tetapi saat ini masih stagnan karena adanya aturan-aturan yang belum dipenuhi perusahaan pertambangan itu sendiri,” kata Maman kepada awak media usai menyampaikan menjadi pembicara pada kegiatan Pembinaan Kegiatan Pertambangan Kepada Pemerintah Daerah dan Ijin Usaha Pertambangan Bersama Komis VII DPR RI di Pontianak, Kamis (12/9/2019).
Ia menambahkan, Issu terkait dunia pertambangan tidak bisa di lihat sepotong-sepotong, kenerena menurutnya ini merupakan persoalan kompleks, banyak faktor di Kalbar.
“Misalnya kenapa smelter cuman hanya 2, sedangkan perusahaan tambang ada puluhan di Kalbar, ini di Karenakan biaya investasi smelter itu sangat besar rata-rata 5 sampai 10 triliyun investasi smelter ini, maka saya yakin jika perusahaan menengah itu tidak bisa atau yakin tidak mampu membangun smelter ini,” ujarnya.
Legislator Golkar asal dapil Kalbar ini menyebutkan matinya suatu pertambangan disebabkan adanya pembatasan aturan ekspor dikarenakan wajib membangun smelter.
“Pembatasan aturan ini menjadi dilema, maka pertambangan mati dengan sendirinya,” tegasnya.
Meman mengungkapkan, untuk mengatasi ini solusinya jangan semua pertambangan diwajibkan membangun smelter dulu, namun dibuatkan terlebih dahulu berapa jumlah cadangan tambang khususnya bauksit di Kalbar.
Kemudian, menurutnya baru di bagi klaster ditentukan kebutuhan jumlah smelter untuk Kalimantan Barat. Jika di Kalbar dibutuhkan cuman 4 atau 5 smelter, maka itu yang di bangun sesuai dengan zonasi.
“Ini bisa mengembangkan pertambangan di Kalbar dan tidak stagnan seperti saat ini,” imbuhnya.
Terkait reklamasi dan Land Rand yang belum dipenuhi perusahaan tambang, dijelaskan Maman itu tergantung ketegasan dari pemerintah daerah dan pusat.
“Kalau memang mereka tidak memenuhi aturan reklamasi, land clering termasuk kewajiban yang belum dipenuhi, maka tegas saja, stop saja ijinnnya. Ini perlu ketegasan dari pemerintah,” imbaunya.
Ia berharap ke depan, jika ada kegiatan seperti ini lagi maka perusahaan wajib hadir, dan yang hadir adalah pemilik perusahaan minimal direkturnya.
Sementara itu Direktur Bina Minerba Dirjen Minerba Kementerian ESDM Jonson Pakpakhan menerangkan bahwa ada 200 an perusahaan yang belum menyelesaikan tunggakan baik yang CNC maupun Non CNC.
“Yang CNC ada 180 an yang belum menyelesaikan tunggakan,” kata Jonson.
Sebelumnya Jonson juga mengatakan pemerintah Dirjen Minerba telah menekankan pada persoalan Smelter, Reklamasi dan pasca tambang yang secara terus dan insten untuk di komunikasikan kepada pemerintah daerah terhadap izin usaha pertambangan.
“Kita juga tetap kerjasama dengan KPK baik masalah tunggakan kewajiban perusahaan pertambangan, perijinan pertambangan yang tumpang tindih. Makanya ada CNC dan Non CNC,” pungkasnya.
Discussion about this post