KALBAR.KABARDAERAH.COM, KETAPANG – Masih maraknya kegiatan ilegal logging dan ilegal minning di Kawasan Hutan Hulu Sungai, tepatnya di Desa Batu Lapis dan Desa Beginci Darat, Kecamatan Hulu Sungai Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, diharapkan oleh Forum Komunikasi Penyangga Hutan (FKPH) dapat ditertibkan aparat kepolisian.
Permintaan penertiban itu sempat disampaikan Ketua aktifis FKPH, P Singa Bangsa melalui surat sebelumnya kepada pihak Polres Ketapang.
“Kita berharap adanya penertiban oleh pihak aparat kepolisian, karena aktivitas ilegal logging dan ilegal mining di kecamatan di sana sudah berjalan hampir tiga tahun,” ungkap P Singa Bangsa, Senin (25/3/2019).
Ia menuturkan, permintaan penertiban dari masyarakat Hulu Sungai sudah melalui proses panjang. Dimana dia menyebut, pada tanggal 30 Agustus 2018 pihaknya melaksanakan rapat sosialisasi bersama 12 Desa, 12 BPD, dan 22 Demong Adat se Hulu Sungai.
“Dalam rapat tersebut isinya meminta agar aparat penegak hukum menertibkan ilegal logging dan illegal mining di wilayah kawasan hutan Hulu Sungai. Kemudian pada rapat itu juga disepakati mendirikan portal pengamanan kawasan hutan pada tanggal 21 Januari 2019,” ujarnya.
Namun, kendati sudah berjalan dua bulan pasca permintaan penertiban dan pendirian portal, menurutnya para pekerja ilegal yang bersal dari Kecamatan Sandai dan sebagaian dari luar Ketapang, seperti Kabupaten Melawi, Sekadau, Landak, Bengkayang dan Singkawang masih juga tidak mengindahkan.
Kemudian, lanjutnya merasa tidak ada respon dari para pekerja dan tindakan dari Aparat, pada tanggal 8 Maret 2019 FKPH kembali mengeluarkan surat peringatan terakhir keseluruh masyarakat pekerja ilegal logging dan mining di Hulu Sungai.
“Tanggal 8 Maret, kita mengeluarkan surat ultimatum atau peringatan terakhir ke seluruh pekerja. Surat itu sebagai tindak lanjut atas didirikannya portal pada 21 Januari 2019 lalu,” imbuhnya.
Menurut P Singa Bangsa, Adapun isi surat tersebut agar segera mengosongkan dan berhenti melakukan kegiatan ilegal logging, mining, cafe-cafe serta warung yang berada di kawasan hutan Hulu Sungai, terhitung mulai tanggal 9 – 14 Maret 2019.
“Jika terhitung mulai 15 Maret 2019, bagi yang menerobos masuk portal pengamanan kawasan hutan Hulu Sungai, akan dikenakan hukum adat sebesar 12 tajau sebagaimana telah disepakati 21 Demong adat dan 12 Desa se Hulu Sungai pada 30 Agustus 2018,” paparnya.
Discussion about this post