KALBAR.KABARDAERAH.COM, KAYONG UTARA – Sebanyak 15 orang warga Desa Tanjung Satai, Kecamatan Pulau Maya, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, menagih janji dari kepala desa (Kades) setempat terhadap ganti rugi pelepasan lahan mendapatkan perumahan transmigrasi pada tahap II.
Menurut pengakuan Bahtiar perwakilan warga mengungkapkan, tuntutan tersebut berdasarkan adanya surat perjanjian berita acara sosialisasi pihak desa kepada warga sejak tahun 2017 silam.
“Dalam surat perjanjian yang dihadiri 15 orang warga dengan disaksikan oleh kepala Dusun Pintau, anggota BPD, dan ketua LPM kala itu pihak desa menyetujui serta memastikan masyarakat akan mendapatkan perumahan transmigrasi,” kata Bahtiar sembari menunjukan bukti surat perjanjian hasil rapat, Minggu (3/3/2019).
Ia menerangkan, perjanjian tertulis dengan desa pada tahun 2017 itu guna menindaklanjuti perjanjian tertulis tahun 2015 atas ketersedian warga untuk melepaskan masing- masing tanah mereka yang berukuran 200 meter menjadi lahan transmigrasi seluas 125 meter.
“Namun setelah kesepakatan dengan desa telah kita setujui untuk melepaskan lahan, setelah masuknya transmigrasi pada tahap II ditahun 2018 masyarakat tidak mendapatkan apa yang sudah dijanjikan pihak desa,” cetusnya.
“Dalam hal ini kami menilai pihak desa telah mengingkari janji yang telah disepakati bersama, dan kami berharap lahan kami tersebut dikembalikan lagi ke kami,” tegasnya.
Sementara itu Kepala Desa Tanjung Satai, Turaidi ketika dihubungi kabardaerah.com, membenarkan adanya perjanjian dengan warga, namun diakuinya perjanjian itu merupakan untuk membujuk warga, lantaran menurutnya ketika di lokasi pembebasan lahan ketika itu sebanyak 8 orang warga melakukan pengancaman sambil membawa parang (Senjata tajam).
“Memang ada perjanjian, kalau tahun 2016 itu masuk tahap ke II atas kebijakan dengan dinas jika masuk kita antisipasi saja, ternyata pada tahun itu tidak dapat dengan alasan pemerintah di lokasi itu banyak masalah. Sehingga tahun 2018 masuk lah Transmigrasi itu sebanyak 40 Kepala Keluarga,” ungkapnya.
Turaidi menegaskan terhadap penagihan lahan tadi ia mempertanyakan lahan yang mana ditagih oleh warga. Sebab dikatakannya seluruh lahan yang masuk di lokasi transmigrasi tersebut awalnya hutan belantara.
“Jika mereka itu ada surat menyurat tanahnya siapa yang membuatkan. Mereka itu mengambil tanah tersebut setelah masuknya aspirasi anggota dewan Sukardi dan Efendi Ahmad tahun 2014, sedangkan pemetaan transmigrasi itu tahun 2008 dan 2009,” bebernya.
“Berarti lokasi tersebut telah menjadi lahannya transmigrasi. Kalau kami (pihak desa-red) mau menuntut itu ada perampasan terhadap hak nya area transmigrasi, kalau diserang balik mereka tidak ada kekuatan,” ungkap Turaidi.
(agsh)
Post Views: 250
Discussion about this post