KALBAR.KABARDAERAH.COM, KAYONG UTARA – Pabilha (49) selaku ahli waris terhadap sengketa tanah di Dusun Pintau, RT 11, Desa Tanjung Satai, Kecamatan Palau Maya, Kabupaten Kayong Utara (KKU), mengaku kecewa terhadap hasil isi dari natulen audensi rapat penyelesaian kasus sengketa tanah miliknya yang diselenggarakan oleh kepala desa dan Muspika setempat.
Pasalnya, menurut Pabilha dalam rapat yang dia ikuti pada tanggal 28 Januari 2019 bertempat di ruang rapat kantor Camat Pulau Maya, kala itu Kepala desa Tanjung Satai, Turaidi yang disaksikan oleh pihak Danramil, perwakilan dari camat, dan perwakilan Kapolsek beserta Ketua lembaga Kemitraan Pemberantasan Kejahatan (KPK) RI, dan saksi-saksi dari ahli waris yang hadir, menyepakati untuk mencabut dua surat keterangan tanah (SKT) bernomor 593/32/pem tertanggal 13 Juni 2008 milik Tan Tong Seng dan SKT bernomor 593/50/pem tanggal 17 Juni 2017 milik Yong Lie Sen.
“Karena ada kesalahan administrasi yang dilakukan oleh pihak desa terhadap kedua SKT tersebut yang berada di areal tanah yang sama, maka pada saat rapat tadi Turaidi menyatakan mencabut terhadap kepemilikan SKT dan mengembalikan hak kepemilikan tanah ke ahli waris,” ungkap Pabilha di Ketapang, Senin (4/2/2019).
Namun, dia menjelaskan, dirinya kaget setelah membaca hasil natulen rapat dari kades yang dia terima beberapa hari kemudian tidak sesuai dengan kesepakatan rapat.
“Dari kalimat yang saya baca menyatakan kedua SKT tersebut terdapat dugaan kesalahan administrasi, dan pihak desa dapat mencabut apabila pihak ahli waris dapat membuktikan tentang hak kepemilikan sesuai dengan peraturan dan per undang-undangan yang berlaku. Inikan sama saja kedua SKT itu belum dicabut,” ketusnya.
“Padahal saat rapat, kita ahli waris telah menunjukan bukti-bukti tentang kepemilikan tanah tersebut. Saya jadi heran tidak singkronnya antara keputusan rapat dengan isi natulen, apakah pihak desa maupun Muspika di sana ada main mata dengan kedua pengusaha tadi yang memiliki SKT tersebut sehingga kejadiannya seperti ini,” tuding Pabilha.
Menurut Pabilha, dirinya pernah mengkonfirmasikan tentang hal isi natulen tersebut ke pihak Kades, namun oleh Turaidi selaku kades hanya menjawab pihaknya bisa mencabut kedua SKT tadi apabila ada keputusan dari Pengadilan Negeri.
“Inikan aneh, masa pihak desa yang mengeluarkan SKT tapi saat pencabutan karena ada kesalahan administrasi harus ada keputusan dari Pengadilan,” kesalnya.
Atas kejadian ini, dia berharap agar Bupati Kayong Utara dapat memberikan teguran terhadap ulah Kepala desa setempat selaku bagian dari aparat pemerintahan di KKU.
Discussion about this post