KALBAR.KABARDAERAH.COM, KETAPANG – Sekitar puluhan warga dari Kecamatan Jelai Hulu dan Marau serta pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Andes Sawit Mas (Cargill Group) mengikuti mediasi yang difasilitasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Ketapang, Kalimantan Barat, pada Senin (14/1/2019) pagi.
Adapun tujuan dari upaya mediasi itu sendiri dijadwalkan oleh anggota dewan guna menyelesaikan persoalan antara kedua belah pihak yang selama ini tak kunjung mandapatkan solusi.
Selain kedua belah pihak yang berpolemik, pihak-pihak terkait dihadirkan dalam pertemua kali ini. Di antaranya Bagian Hukum Setda Ketapang, Dinas Tenaga Kerja, Camat, Kapolsek, Danramil, perangkat desa, SBSI dan sejumlah anggota dewan, termasuk dari Komisi II yang membidangi masalah perkebunan.
Dalam pertemuan mediasi kali ini ada beberapa poin yang dilontarkan oleh masyarakat, seperti mulai dari sarana antar jemput anak sekolah yang dianggap tidak layak, pemutusan hubungan kerja yang dianggap tidak sesuai dengan peraturan, hingga pembukaan lahan yang masih dipertanyakan legalitasnya oleh masyarakat.
Namun, yang menjadi masalah utama sehingga muncul masalah-masalah lainnya adalah penyediaan sarana transportasi antar jemput karyawan yang ditiadakan oleh perusahaan.
Dimana perusahaan lebih memilih menyediakan perumahan bagi karyawan yang lokasinya dianggap jauh dari kampung warga. Sementara karyawan yang tidak mau tinggal di rumah yang disediakan oleh perusahaan itu dipecat.
Atas ketentuan yang telah dibuat perusahaan satu dari perwakilan masyarakat, Brand, mengaku kecewa. Sebab menurutnya apa yang dilakukan oleh perusahaan dianggap bertentangan dengan adat dan budaya masyarakat.
“Aturan pihak perusahaan dalam penempatan karyawan atau perumahan karyawan harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat,” katanya.
Dia menilai, apa yang dilakukan perusahaan membuat masyarakat tidak dapat melaksanakan, bahkan melestarikan adat dan budaya. Karena dengan adanya keharusan menempati rumah milik perusahaan membuat masyarakat tidak bisa berbaur dengan masyarakat di kampung.
“Bahkan, hal ini dapat memunculkan dampak terhadap rumah tangga karyawan. Karena suami istri terpisah,” jelasnya.
Oleh karena itu, ia berharap agar ketetapan tersebut dapat dicabut pihak perusahaan. “Karyawan boleh tidak tinggal di perumahan yang disediakan tanpa ada ancaman pemecatan. Selain itu, masyarakat juga meminta agar perusahaan kembali menyediakan alat transportasi antar jemput karyawan,” pintanya.
“Perusahaan boleh menyediakan rumah, tapi tidak ada pemaksaan. Siapapun yang mau tinggal di rumah itu, silakan. Jangan takut-takuti kami dengan pemecatan. Terlebih lagi kami menganggap peralatan rumah tangga yang ada di perumahan itu tidak layak,” tukas Brand.
Sementara itu perwakilan PT Andes Sawit Mas (Cargill Group), Mustoriq, mengatakan apa yang dilakukan oleh perusahaan sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Baik peraturan yang dibuat oleh pemerintah maupun peraturan perusahaan. Pihaknya hanya menjalankan dari ketentuan tersebut.
“Tidak hanya di sini, di lokasi lain kita juga sediakan perumahan untuk karyawan,” ungkapnya.
Terhadap penyediaan perumahan bagi karyawan tersebut, dia menjelaskan merujuk kepada peraturan ketenagakerjaan yang tentunya berdasarkan kemampuan perusahaan dan kebutuhan masyarakat.
“Kita sudah konsultasi dengan pihak-pihak terkait, termasuk Dinas Tenaga Kerja Ketapang kalau penyediaan perumahan ini perlu,” tegasnya.
Tak hanya pemerintah, dalam peraturan yang dibuat oleh perusahaan, perusahaan juga diwajibkan untuk menyediakan rumah yang layak untuk karyawan. Tentu pihaknya sebagai investor yang tidak ingin melanggar peraturan yang telah dibuat, pihaknya menjalankan apa yang sudah diperintahkan.
“Tentu peraturan itu memiliki tujuan baik,” lanjutnya.
Mustoriq mengungkapkan, ada beberapa poin keuntungan bagi karyawan terkait penyediaan perumahan karyawan. Mulai dari keselamatan kerja, operasional hingga peningkatan produktifitas karyawan itu sendiri. Sehingga dapat meningkatkan perekonomian keluarga. Dia menjelaskan, jika dilakukan antar jemput karyawan, karyawan harus bangun lebih awal untuk mempersiapkan semuanya untuk menuju ke lokasi kerja. Terlebih lagi banyak karyawan yang lokasi kerjanya cukup jauh dari desa. Belum lagi ketika hujan dan jalan becek.
“Meskipun sudah dicover oleh BPJS, tapi kami tetap tidak ingin terjadi kecelakaan terhadap karyawan,” paparnya.
Berkenaan dengan produktifitas kerja, dia menyebutkan level kehadiran karyawan masih rendah. Jadi, mangkir cukup tinggi, salah satunya disebabkan oleh hujan.
“Ketika musim hujan tiba, banyak karyawan yang tidak bisa hadir dengan alasan hujan. Oleh karena itu, jika ada perumahan masyarakat lebih mudah karena tidak jauh-jauh dari rumah ke lokasi kerja,” ujarnya.
Selain itu lanjut Mustoriq manfaat lain bagi karyawan yang tinggal di perumahan, lebih mudah ke lokasi kerja. Produktifitas dan pendapatan akan lebih bertambah, serta memperkecil resiko kecelakaan.
“Dapat menikmati fasilitas gratis, seperti air, listrik dan fasilitas lainnya. Kami menyediakan tempat ibadah. Masyarakat tetap boleh pulang kerumah masing-masing ketika akhir pekan, sehingga bisa mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya,” tambahnya.
Mustoriq menyebutkan, terkait pemindahan ke rumah-rumah ini, pihaknya sudah sering melakukan komunikasi dan sosialisasi dengan pihak-pihak terkait, mulai dari kecamatan hingga ke pihak desa.
“Tujuannya agar maksud dari pemindahan rumah ini dapat dipahami oleh semua pihak. Yang diminta pindah juga adalah pekerja laki-laki. Dia diperbolehkan pindah membawa anak istrinya. Kemudian lajang laki-laki maupun perempuan dipersilakan untuk pindah,” katanya.
Sementara terhadap tuntutan masyarakat yang lainnya, pihak perusahaan enggan memberikan tanggapan. Hal itu dianggap di luar dari agenda yang telah ditetapkan sebelumnya.
Discussion about this post